BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Senin, 11 April 2011

NETRAL TIDAKNYA ILMU FILSAFAT

Oleh : Soni Zakaria

Berbicara masalah filsafat seringkali diidentikkan dengan kegiatan berpikir, walaupun keduanya antara filsafat dengan kegiatan berpikir ada kesamaan namun tidak bisa dibenarkan kesamaanya karena kegiatan berpikir tidak harus berfilsafat. Lantas dimana perbedaan antara filsafat dengan kegiatan berpikir, terlepas dari persamaan dan perbedaan antara keduanya bahwa filsafat merupakan kegiatan berpikir yang sangat mendalam, radikal, kritis, sistematis, dengan melalui berbagai pendekatan, baik pendekatan historik, doctrinal, metodik, organik. Untuk mencapai kefilsafatan dibutuhkan perenungann yang mendalam berpikir secara radikal sampai keakar suatu masalah melewati batas-batas fisik yang ada dan memasuki daerah pengembaraan sesuatu diluar fisik, dengan tidak melepas dari ciri-ciri yan telah disebutkan diatas.
Dalam khazanah ilmu, filsafat diartikan sebagai berpikir yang bebas, radikal dan berada dalam dataran makna, bepikir bebas disini maksudnya tidak ada yang menghalangi pikiran bekerja, karena kerja pikiran itu terletak pada otak, sehingga otakpun seakan-akan adalah raja atau penguasa dimana otak ini tidak ada yang bisa menghalangi seseorang untuk berpikir secara bebas, apalagi mengatur-ngatur atau menyeragamkannya, selama otak itu masih dalam keadaan normal dan tidak ada gangguan dan seseorang itu dalam keadaan sehat.
Kebebasan otak dalam berpikir adalah sunnatullah walaupun seseorang itu dikurung sekalipun tapi kerja otak dalam berpikir masih tidak bisa terhalangi begitu saja dan masih tetap bebas, bebas memilih apa saja untuk dipikirkan karena tidak ada yang haram dipikirkan. Tergantung dari otak itu sendiri apakah mampu untuk berpikir lebih dalam ataukah tidak, karena otakpun mempunyai kemampuan yang berbeda-beda, tergantung kesanggupan seseorang untuk memikirkanya. Baik berpikir mengenai kehidupanya di dunia maupun memikirkan kehidupan setelah mati istilah lain adalah eskatalogi yang membicarakan masalah tentang kematian, hari kiamat, akhirat, surga neraka, dan hal-hal tentang masa depan yang belum pernah teralami.
Kembali pada permasalahan kefilsafatan, dari uraian tentang kebebasan otak dalam berpikir tadi yang menjadi permasalahan sejauh mana kebebasan berpikir itu? apakah mungkin, kebebasan berpikir itu dilakukan. Sudah menjadi kodrat manusia bahwa berpikir bebas itu merupakan anugerah nikmat terbesar dan rahmat Tuhan yang paling istimewa berupa akal, yang membedakan antara manusia dengan makhluk Tuhan lainya, Sehingga dengan anugerah nikmat dan rahmat manusia itu bisa memikirkan dirinya dan mengenal akan Tuhannya.
Kebebasan berpikir adalah hal yang sudah semestinya, tidak perlu ditakuti karena dalam berpikir tidak ada sanksi baik sanksi moral atau sanksi apapun, adapun sanksi moral atau sanksi lain hanya diberlakukan pada suatu tindakan atau perbuatan yang kongkrit yang benar-benar melanggar aturan.
Dari kebebasan inilah muncul permasalahan-permasalahan terutama dari sebagian kalangan ulama’, karena sebagian ulama’ tidak mengizinkan akal bebas berpikir sebebas-bebasnya, terutama berpikir dalam wilayah akidah, ditakutkan dengan bebasnya akal berpikir maka keberadaan dan eksistensi Tuhan akan terancam, bahkan keberadaan adanya Tuhan ditiadakan, seperti apa yang pernah terlontar oleh pemkiran salah seorang filsuf dengan mendeklarasikan tidak adanya Tuhan atau Tuhan telah mati. Dari pernyataan itulah sebagian ulama’ tidak mengizinkan akal berfikir secara bebas dan bahkan lebih ekstrim lagi sebagian ulama’ mengharamkan manusia untuk berfilsafat.
Meminjam pernyataan cendekiawan muslim muda almarhum Ahmad Wahib ketika berpikir dalam batasan-batasan Tauhid atau akidah, sebagai konklusi globalitas ajaran Islam maka cukup aneh, mengapa berpikir hendak dibatasi, apakah Tuhan itu takut terhadap rasio yang di ciptakan oleh Tuhan itu sendiri? Kita percaya pada Tuhan tapi Tuhan bukanlah daerah terlarang bagi pemikiran. Tuhan ada bukan untuk tidak dipikirkan “adanya” Tuhan bersifat wujud bukan untuk kebal dari sorotn kritik. Sesungguhnya orang yang mengakui berTuhan, tapi menolak berpikir bebas berarti menghina rasionalitas eksistensinya Tuhan. Jadi dia menghina Tuhan karena kepercayaannya hanya sekedar kepura-puraan yang tersembunyi.
Menurut Ahmad Wahib orang-orang yang berpikir itu, walaupun hasilnya salah, masih jauh lebih baik daripada orang-orang yang tidak pernah salah karena tak pernah berpikir. Padahal dengan berpikir bebas, manusia akan lebih banyak tahu tentang dirinya sendiri, manisia akan lebih tahu tentang kemanusiaanya. Mungkin ada orang yang mengemukakan bahaya dari berpikir bebas itu cenderung atau bahkan bisa jadi atheis, padahal orang yang tidak sama sekali berpikir juga bisa atheis.
Dari pandangan yang berbeda mengenai permasalahan yang ada dalam filsafat, bahwa kedua pandangan itu tidak bisa dipungkiri karena kedua-duanya memilki argument masing-masing. Dan melihat dari permasalahan tentang kefilsafatan tadi bahwa filsafat ternyata bebas nilai. Disisi lain filsafat masih dipandang sebelah artinya filsafat mempunyai dua mata sisi tergantung orang yang menggunakanya.
Filsafat bisa jadi baik dan bisa jadi buruk ketika kita melihat dari kedua pandangan tersebut, akan tetapi mengingat bahwa filsafat mempunyai cabang yakni filsafat etika, Filsafat etika adalah cabang filsafat yang khusu membicarakan nilai, yaitu nilai baik dan buruk. Karena etika membicarakan masalah nilai pastilah etika itu tidak bebas nilai. Adalah mungkin nilai yang digunakan dalam etika itu bukan nilai dari agama, tetapi tetap saja ia tidak netral karena ia telah membicarakan baik dan buruk.
Mengingat lagi bahwa filsafat adalah hasil pemkiran orang, maka tidaklah mungkin orang itu netral dalam berpikir, karena hasil pemikiran orang itu sekurang-kurangnya berpihak ada pemikir itu sendiri. Akan tetapi masih ada kemungkinan netralnya filsafat. Menurut Prof.Dr.Ahmad Tafsir dalam bukunya Filsafat Ilmu filsafat netral yaitu pada logika, karena mungkin saja logika itu netral.
Terlepas dari netral atau tidak, logika masih menjadi persoalan apakah logika itu filsafat atau bukan filsafat. Jika kita berpandangan bahwa logika itu adalah bagian dari filsafat maka bisa dikatakan bahwa sebagian dari filsafat adalah netral. Sebagian yang lain filsafat tiu tidak netral karena filsafat itu b erada dalam keberpihakan, keberpihakanya adalah pada keselamatan dan kedamaian. Sehingga filsafat merupakan gerakan berpikir untuk memperoleh suatu pencerahan yang berfungsi untuk keselamatan dan kedamaian itu sendiri.
Menurut penulis bahwa filafat adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan, karena Tuhan tidak akan pernah memberikan sesuatu kepada manusia kalau tidak bermanfaat untuk manusia itu sendiri. Jadi tergantung pada manusianya, apakah bisa memanfaatkan untuk lebih baik ataukah sebaliknya..

0 komentar: